Diva asal Kanada, Celine Dion, dikabarkan tengah mengalami penyakit saraf langka Stiff-Person Syndrome yang memicu kejang otot.
Melalui unggahannya di Instagram, Dion mengungkapkan penyesalannya karena terpaksa harus menunda sejumlah pertunjukan dalam tur Courage World Tour yang telah dijadwalkan.
Konon, selama ini kejang tersebut telah mempengaruhi seluruh aspek dalam kehidupan Celine Dion, bahkan beberapa kali menyebabkan ia kesulitan berjalan hingga tidak bisa menggunakan pita suara untuk bernyanyi.
Lantas, apa sebenarnya Sindrom Stiff-Person? Melansir dari laman Yayasan Sindrom Stiff Person, kondisi ini menyerang sistem saraf pusat, terutama otak dan sumsum tulang belakang.
Menurut yayasan tersebut, penderita sindrom ini bisa menjadi cacat, bergantung pada kursi roda, atau berbaring di tempat tidur, tidak bisa bekerja dan merawat diri sendiri.
Sementara itu, menurut Cleveland Clinic, beberapa orang dengan gangguan ini memerlukan pengobatan berkelanjutan selama bertahun-tahun untuk mengelola gejala dan menjaga kualitas hidup.
Sindrom ini dianggap sebagai bagian dari berbagai macam penyakit serupa yang melibatkan satu area tubuh dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Siapa yang mungkin terkena sindrom ini? Stiff Person Syndrome sangat jarang terjadi.
Hanya sekitar satu dari setiap 1 juta orang telah didiagnosis sindrom ini.
Bahkan, wanita diperkirakan dua kali lebih banyak mengalami sindrom ini dibandingkan pria.
Gejala dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi biasanya berkembang antara usia 30 dan 60 tahun.
Sindrom ini lebih mungkin terlihat pada orang dengan jenis penyakit tertentu, termasuk: -Gangguan autoimun termasuk diabetes, tiroiditis, vitiligo dan anemia pernisiosa.
-Kanker tertentu, termasuk payudara, paru-paru, ginjal, tiroid, usus , dan limfoma hodgkin.
Apa yang menyebabkan sindrom Stiff Person? Karena kelangkaan penyakit dan ambiguitas gejala, orang akan sering mencari perawatan untuk nyeri kronis sebelum mendapatkan perawatan neurologis.
Terkadang, pasien juga dicap gila sebab pada pemeriksaan awal, tidak ada ciri khas sindrom ini.
Namun, para peneliti percaya salah satu penyebab sindrom ini adalah gangguan autoimun, kondisi di mana sistem kekebalan menyerang sel-sel sehat.
Banyak orang dengan kelainan ini membuat antibodi yang menyerang enzim yang disebut dekarbosilas asam glutamat (GAD).
GAD berperan dalam membuat neurotransmitter yang disebut asam aminobutirat gamma (GABA), yang membantu mengontrol pergerakan otot.
Diperkirakan sistem kekebalan pada orang dengan sindrom Stiff Person secara keliru menyerang enzim GAD, yang menurunkan jumlah GABA dalam tubuh.
Peran pasti yang dimainkan GAD dalam perkembangan dan memburuknya sindrom ini tidak sepenuhnya dipahami.
Nyatanya, ada orang dengan sindrom tersebut yang tidak memiliki antibodi terhadap GAD yang dapat dideteksi.
GejalaGejala Stiff Person Syndrome bisa memakan waktu beberapa bulan hingga tahun untuk berkembang.
Beberapa pasien tetap stabil selama bertahun-tahun, lainnya perlahan memburuk.
Pada kebanyakan orang dengan sindrom Stiff Person, bagian otot tubuh dan perut akan menjadi kaku dan membesar.
Gejalanya meliputi nyeri, kekakuan otot, dan rasa tidak nyaman yang menyakitkan.
Awalnya, rasa kaku dapat mereda, tapi seiring waktu akan lebih banyak otot di seluruh tubuh yang menjadi kaku, termasuk lengan dan bahkan wajah.
Saat kekakuan meningkat, beberapa orang akan memilih posisi bungkuk.
Kadang-kadang, apabila kejang bisa cukup parah anggota tubuh bisa terkilir, patah tulang, atau menyebabkan jatuh yang tidak terkendali.
Kejang dapat terjadi tanpa alasan atau dapat dipicu saat penderita dihadapkan pada suara yang tidak terduga atau keras, sentuhan fisik, lingkungan yang dingin, atau peristiwa stres yang menimbulkan respons emosional.
Bagaimana Sindrom Stiff Person didiagnosis? Gejala Stiff Person Syndrome dengan kondisi lain seperti tetanus, multiple sclerosis, dan distrofi otot.
Biasanya, tenaga kesehatan akan memastikan diagnosisnya dengan melakukan, tes darah, elektromiografi (EMG), suntik tulang belakang.
Pengobatan untuk penderita Sebenarnya tidak ada obat untuk sindrom ini tetapi obat-obatan dapat meringankan gejalanya.
Misalnya, penggunaan obat antikejang dapat mengurangi rasa sakit.
Sesekali juga dokter akan memberikan resep anti-inflamasi, kortikosteroid, hingga imunoglobulin yang dapat membantu menurunkan kepekaan terhadap pemicu cahaya atau suara, berpotensi membantu mencegah jatuh atau kejang.
Jika tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan gangguan parah pada kehidupan sehari-hari.
Pilihan nonpengobatan yang efektif (diberikan bersamaan dengan pengobatan) termasuk terapi fisik, pijat, terapi air, terapi panas, akupunktur, dan lain-lain.